RROL.ID, Jakarta – Rencana menempatkan perwira militer aktif sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai dinilai pegiat HAM dan pengamat militer mengabaikan prinsip tata kelola yang baik, mengindikasikan kembalinya dominasi militer dalam politik nasional, dan mencerminkan “obsesi” dan “ambisi” Presiden Prabowo Subianto.

Perwira aktif yang menjabat sebagai sekretaris utama Badan Intelijen Negara (BIN), Letnan Jenderal Djaka Budi Utama, digadang-gadang bakal segera dilantik sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai oleh Presiden Prabowo Subianto.
Lulusan akademi militer tahun 1990 ini bagian dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) atau Korps “Baret Merah”.
Dia disebut-sebut pernah menjadi bagian dari Tim Mawar—yang masuk dalam pengadilan militer akibat penculikan mahasiswa pada kurun 1997-1998.Asri Widayati dari Transparency International Indonesia (TII) menyebut penunjukan ini sebagai ‘nostalgia’ dan penuh dengan konflik kepentingan.
“Dia [Djaka Budi] kan juga memiliki kedekatan dengan Prabowo sebagai bagian dari Tim Mawar, itu kan juga bagian dari conflict of interest,” ujar Asri kepada wartawan Hilman Handoni yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (21/05).
Organisasi pemantau hak asasi manusia, Imparsial, menyebut penunjukan Letjen Djaka sebagai dirjen Bea Cukai secara telak melanggar UU TNI yang baru saja disahkan.Dalam UU tersebut hanya ada 14 jabatan sipil yang boleh ditempati oleh Prajurit TNI aktif, Dirjen Bea Cukai tidak termasuk di dalamnya.
Sementara pengamat militer Aris Santoso bilang penunjukan perwira aktif sebagai pejabat sipil tidak terlepas dari ambisi Presiden Prabowo yang ingin menyelesaikan banyak hal di periode pertama kepresidenannya, termasuk mengembalikan dominasi militer.

Menabrak norma-norma tata kelola yang baik
Nama Djaka mencuat sebagai calon Dirjen Bea Cukai usai dirinya dan Bimo Wijayanto—yang dicalonkan sebagai Dirjen Pajak, menghadap Prabowo di Istana Kepresidenan pada Selasa (20/05).
“Saya diberikan mandat, nanti sesuai dengan arahan Menteri Keuangan akan bergabung dengan Kementerian Keuangan, begitu juga dengan Letjen Djaka,” kata Bimo usai bertemu dengan Presiden Prabowo.
Dalam keterangannya, Bimo mengatakan kepala negara memberi arahan kepada kedua calon dirjen di Kementerian Keuangan tersebut soal komitmen pemerintah untuk memperbaiki sistem perpajakan Indonesia.
“Supaya lebih akuntabel, berintegritas, lebih independen untuk mengamankan program-program nasional beliau, khususnya dari sisi penerimaan negara,” kata Bimo.”Untuk pelantikan dan segala macam menunggu arahan dari Ibu Menteri Keuangan,” ujarnya kemudian.
Dikutip dari Tempo.co, salah satu petinggi Partai Gerindra yang dekat dengan Presiden Prabowo Subianto membenarkan penunjukan Djaka.Dia menyebut, Djaka ditugaskan sebagai Dirjen Bea dan Cukai karena latar belakang intelijennya.
Djaka ditugaskan untuk memantau penyelundupan narkoba yang masuk lewat pintu Bea Cukai saat ini.Namun, Asri Widayati dari Transparency International Indonesia (TII) menyebut penunjukan ini penuh dengan konflik kepentingan. Sebab, Djaka memiliki kedekatan dengan Prabowo sebagai bagian dari Tim Mawar.
“Itu kan juga bagian dari conflict of interest,” tegas Asri.”Bisa dikatakan itu adalah salah satu bentuk korupsi dan jalan menuju korupsi,” ujarnya kemudian.
Asri menambahkan, penunjukan itu juga menabrak prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam pemerintahan.”Dalam tata kelola itu ada yang disebut di masa jeda, ketika dia sudah tidak menduduki suatu jabatan dia harus memiliki jeda untuk memiliki jabatan lagi.”Lazimnya, kata dia, masa jeda ideal itu berlangsung sekitar 18 bulan atau bahkan rata-rata dua tahun.
Hal tersebut katanya lazim disebut sebagai revolving door/cooling of period alias masa pendinginan.”Kita melihat bahwa ini adalah [praktik] rangkap jabatan, tumpang tindih jabatan. Dan itu akan mengantarkan pada tata kelola yang buruk yang dipenuhi dengan konflik kepentingan.”

Memorak-porandakan hukum dan memunggungi HAM
Sementara itu, organisasi pemantau HAM, Imparsial, menyebut penunjukan Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai “memorak-porandakan hukum dan memunggungi HAM”.Imparsial menyebut penunjukan ini telak-telak melanggar UU TNI yang baru saja disahkan.
Dalam UU tersebut hanya ada 14 jabatan sipil yang boleh ditempati oleh Prajurit TNI aktif, Dirjen Bea Cukai tidak termasuk di dalamnya.Pengangkatan Djaka Budi sebagai Dirjen Bea Cukai juga dianggap mencederai penegakan HAM, karena berdasarkan catatan mereka, Djaka Budi merupakan mantan terpidana pelanggar HAM kasus penculikan aktivis HAM 1997-1998.
Pengamat militer, Aris Santoso, memandang penunjukan anggota militer aktif sebagai dirjen bea cukai menurutnya juga mencederai citra pemerintahan yang memegang prinsip kompetensi dan meritokrasi yang hendak dibangun Presiden Prabowo sendiri.
Di bawah pemerintah Presiden Prabowo sejumlah perwira aktif dan purnawirawan menduduki jabatan-jabatan sipil. Tercatat misalnya Maroef Sjamsoeddin, yang juga adik dari Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, diangkat sebagai Direktur Utama Mind Id MIND ID—perusahaan induk (holding) yang mencakup PT ANTAM Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT INALUM, dan PT Timah Tbk.
Sumber : BBCNews. Indonesia


