RumahRakyatOnline.id, Pematang Siantar-Sekretaris Ikatan Sarjana Nahdaltul Ulama (ISNU) Sumatera Utara Imran Simanjuntak, menyesalkan okupasi dengan kekerasan yang dilakukan oleh PTPN III dengan menggunakan personil Satuan Pengamanan(Satpam) , TNI/Polri, dan Satuan Polisi Pamong Praja.
Penghancuran lahan yang ditanami masyarakat, perobohan rumah terhadap warga penerima uang suguh hati(tali asih) sebagai pengganti agar mau hengkang dari lahan tersebut, bukan hanya dilakukan bagi penerima, Bahkan bukan penerima pun dipaksa pihak Kebun harus mau menerima, dengan cara intimidasi maupun kekerasan.
Okupasi tersebut dilakukan, sejak 21 November 2022 tanpa ada respon Pemerintah Kota dan DPRD Kota Pematang Siantar.
Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Samora Pematangsiantar tersebut, Sabtu (26/11/2022) menyatakan, bahwa masyarakat Gurilla, Kota Pematang Siantar telah diakui oleh Negara yakni dibuktikan dengan terbitnya KTP, masuknya fasilitas listrik, Pengaspalan Jalan dan drainase serta berdirinya rumah ibadah. katanya.
Sebelumnya, Walikota Pematangsiantar Ir. Kurnia Rajasyah Saragih telah mengeluarkan Perwa untuk tidak lagi memperpanjang HGU PTPN III yang berada di Kota Pematangsiantar. pasca berakhirnya HGU PTPN III dan Perwa pelarangan perpanjangan, Pihak Pemerintahan Kota melakukan penelantaran dan pembiaran pada lahan tersebut.
Masyarakat Gurilla yang secara histori melalui orang tua, kakek dan leluhurnya mengetahui pernah mengelola tanah tersebut pasca awal kemerdekaan dan berpegang pada Landreform 1969 memulai membangun kehidupan sosial dan ekomomi dari tanah tersebut hingga menjadi perkampungan seperti sekarang ini.jelasnya.
Sangat disayangkan sejak 2004 hingga 2022 rakyat telah menguasai tanah Gurilla tanpa ada kebijakan dari Pemerintah Kota Pematangsiantar terkait RUTRW ( Rencana Umum Tata Ruang Wilayah ) dan aturan serta kebijakan lainnya.tambanya.
Hal ini bisa mengalami nasib yang sama dengan eks PTPN III seluas 573 Ha yang berada di Tanjungpinggir.
Lambanya penanganan pemerintahan Kota Pematangsiantar merupakan penciptaan dan pemeliharan konflik berkepanjangan. Masyarakat telah melakukan percepatan pemanfaatan pengelolaan tanah tersebut karna menyangkut kebutuhan hidup dan tuntutan ekonomi.
Ini adalah kebutuhan mendasar rakyat yang di lindungi Undang Undang.
Merujuk kepada Claim PTPN III yang katanya telah memegang perpanjangan HGU Gurilla seluas 124 Ha sejak Januari 2005 juga sangat perlu dipertanyakan.
Perusahaan pelat merah ini juga menelantarkan dan membiarkan lahan Gurilla selama 18 tahun.
Menjadi perhatian dan pertanyaan khusus kenapa disaat pembangunan jalan tol dan ringroad di kawasan Kelurahan Gurilla akan rampung seluruh instrumen negara di Kota Siantar baik Pemko dan Satpol PP nya, PTPN III, Kepolisian, TNI mengerucut menjadi satu menghabisi Rakyatnya sedang DPRD diam sebagai penonton, Ada Apa? Kata Imran.
Prilaku kekerasan yang sudah terjadi berulang kali terhadap masyarakat Gurilla, Kota Pematang Siantar yang melibatkan TNI/ Polri adalah tindakan yang telah melampaui batas dan bertentangan dengan prinsip perlindungan dan keadilan. Karena itu tindakan-tindakan tersebut harus dikutuk sekeras-kerasnya.
Kehadiran TNI/Polri idealnya atas perintah Pengadilan dalam hal Eksekusi yang berawal dari putusan hukum. Boleh disebut keterlibatan TNI/Polri dalam hal ini adalah Eksekusi berkedok Okupasi yang dilakukan oleh PTPN III.
“Kita minta Kebun PN3, TNI/Polri menghentikan cara-cara kekerasan seperti itu, dan meminta agar menggunakan pendekatan kemanusiaan dalam menangani persoalan yang terjadi pada masyarakat Gurilla, Kota Pematang Siantar”, katanya.
Reporter : Julius Sitanggang


