RumahRakyatOnline.id, Langkat-Sidang perkara terkait tiga berkas kasus Pidana Rumah Rehabilitasi Pengguna Narkoba di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat sudah di gelar Rabu(3/7/2022) di Pengadilan Negeri Stabat Sumatera Utara.
Persidangan tersebut memasuki agenda pemeriksaan saksi yang di ajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dalam sidang tersebut, tidak terlihat adanya kesaksian dari para saksi yang di hadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan bahwa ada semacam perekrutan yang dilakukan oleh pihak Rehab atau petugas Rumah Rehabilitasi Narkoba.
Hal ini dikatakan Penasehat Hukum Poltak Agustinus Sinaga, SH saat konferensi pers di Kopi Town Jalan Ngumban Surbakti Ring Rod Medan dengan topik membuka fakta melawan Hoax. Selasa (9/7/2022) Sekira pukul 14.00 Wib.
Sebelumnya, beredar opini yang begitu dramatis yang membuat siapapun tercengang ketika mendengar issu tentang kejadian yang ada di Rumah Rehabilitasi Pengguna Narkoba, Pasca OTT yang dialami oleh Bupati Langkat non aktif pada Januari 2022.
Opini isu dalam pemberitaan sebelumnya sangat Tendensius dimana telah terjadi perbuatan sadis seperti, penyiksaan, perbudakan bahkan Perdagangan Manusia yang kemudian dapat mempengaruhi setiap orang yang mendengar opini miring yang sengaja di hembuskan tersebut.
Kemudian mengaburkan fungsi dan manfaat sebenarnya dari Rumah Rehabilitasi Pengguna Narkoba yang terletak di Kabupaten Langkat tersebut.
Istilah – istilah tersebut menurut dugaan kami di design sedemikian rupa untuk mendiskreditkan klien kami dan juga secara otomatis membunuh karakter dan mengaburkan serta menghilangkan Fungsi dan Manfaat dari Rumah Rehabilitasi upaya Pemberantasan Narkoba yang menjadi musuh bersama di Negara ini.
Dalam pengusutan kasus ini, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kami nilai sangat berlebihan bahkan telah mendahului proses persidangan yang masih berlangsung.
Dalam laman resmi LPSK terdapat sebuah tulisan yang menyatakan “ Perbudakan Oleh Local Strongman Langkat “ tuduhan seperti ini sesungguhnya tidak layak di keluarkan oleh institusi atau lembaga Negara tanpa ada putusan Hukum dari Pengadilan.
Selain itu, LPSK juga menuduh dan menyimpulkan bahwa tidak ada kegiatan rehabilitasi melainkan Rumah rehabilitasi tersebut merupakan tempat praktek perbudakan dan perlakuan yang keji, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, sungguh merupakan tuduhan berlebihan yang membabi buta.
Dimana Rumah Rehabilitasi yang sudah ber usia 10 tahun tersebut sudah menyelamatkan banyak pecandu narkoba dari ketergantungan yang sebenarnya harus di dukung dan diapresiasi.
Pemilihan kata atau istilah yang di gunakan oleh LPSK dari awal kami nilai sudah di design sedemikian rupa untuk menggiring opini publik dan mencoba mempengaruhi proses hukum yang sedang berjalan.
Istilah Kerangkeng Manusia, Kereng, Local Strongman, Perbudakan, Kerja Paksa, dan lain-lain yang dikeluarkan oleh LPSK merupakan bentuk ketidak profesionalan lembaga tersebut yang sangat subjektif dan tendensius yang mendahului proses hukum.
Belum lagi diketahui belakang ini, bahwa ada kurang lebih delapan orang saksi yang di bawa atau dikarantina oleh LPSK.
Sehingga jaksa sulit untuk berkomunikasi dengan para saksi tersebut, padahal itu merupakan saksi yang akan di majukan oleh JPU dalam proses persidangan, namun kami Penasehat Hukum terdakwa dalam kasus ini tidak menyebutkan dan menuduh bahwa Saksi di Kereng atau dikerangkeng oleh LPSK.
“LPSK terlalu jumawa dengan tindakannya yang menyurati Majelis Hakim dalam persidangan meminta majelis hakim berkoordinasi dengan mereka, Lembaga perlindungan saksi ini, LSM atau apa”, kata Poltak.
Hal ini adalah tindakan Bodoh dan Konyol, karena dalam sebuah persidangan Majelis Hakim memiliki kewenangan Penuh untuk menentukan perkara ini dan tidak boleh berkordinasi dengan pihak manapun sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku.
Reporter : Adiansyah Siregar